11/09/11

Anak Bukan Boneka, dan Orangtua Bertanggungjawab pada Penciptanya.


Betapa banyak orangtua yang beranggapan anak bukanlah boneka, sehingga mereka membebaskannya memilih hidupnya sebebas-bebasnya. Kebebasan yang mungkin bisa salah kaprah. Kebebasan yang mungkin juga malah menjerumuskan anak kepada kehancuran masa depannya. Naudzubillahi min dzalik.
Anak adalah amanah, titipan, yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Yang Menitipkannya, apakah telah dididik dan diarahkan mencintai jalan Tuhannya, atau mencintai hidup yang “normal-normal” saja, yang “biasa-biasa” saja menurut jalan logika kebanyakan manusia.
Kami memikirkan, bagaimana mempertanggungjawabkan amanah ini kelak di hadapan Allah Swt. Rencana saya dan suami, meskipun boleh dibilang agak terlambat – tapi semoga Allah menolong niat dan usaha kami berdua – adalah menyekolahkan mereka di Islamic Boarding School (ponpes). Si Kakak masih agak keberatan, membayangkan harus meninggalkan zona kenyamanan. Sedangkan si bungsu sangat antusias, apalagi setelah kami survey bareng ke salah satu ponpes di Kuningan, dia langsung jatuh cinta pada kunjungan pertama.
Sebenarnya klo ngikutin perasaaan melankolis seorang ibu, pasti berat yah, harus tinggal berjauhan, jarang ketemu, ngobrol, ngusap2 meluk, masakin menu kesukaan mereka. Tapi, ibarat sekolah, makin tinggi kelasnya makin susah ujiannya. Kami merasa kurang kompeten, mencontohkan mereka hidup berjamaah dalam kemandirian dan kedisiplinan, dan kami merasa perlu mengupayakan secara maksimal keselamatan akidah dan akhlak sejak dini, salah satunya dengan memilihkan lingkungan yang insyaAllah sholeh/ha.
Berbekal cerita teman2 taklim yang anak2nya sudah mondok lebih dulu, ditambah pengalaman marketing dan leadership yg pas2an, saya mulai “menjual” ide, membangun citra positif, cerita ttg keuntungan2nya sekolah di ponpes kepada dua putri saya. Mumpung masih jauh hari dari UAN.
Sambil memohon pertolongan dan lindungan Allah yg membolak-balikkan hati manusia, kami trs menerus meyakinkan Kakak. Ibarat kue, bagaimana mungkin kita doyan, klo nggak nyicipin dulu. Om dan tantenya juga turut membantu, mengedifikasi, menceritakan profil lulusan ponpes yg hidupnya sukses, ada yg terima beasiswa kuliah di luarnegri, ada yg jadi dokter, arsitek, pengusaha, dsb.
Kami trs mencari dan menggali informasi, ponpes yang lulusannya tak hanya sholeh/ha, mandiri dan berprestasi, plus juga mampu menghadapi perubahan cepat dan cerdas menyikapi keberagaman.
Kemarin sudah survey 3 ponpes modern. Putri-putri kami melihat langsung sekolahnya, asramanya, fasilitas2nya, dan menyimak penjelasan staf ponpesnya. Saya juga membawa mereka bersilaturahim ke rumah sahabat-sahabat yg anaknya mondok, untuk mendengar testimoninya.
Tantangan pasti ada. Memang tak ada jaminan lulusan ponpes pasti baik krn hidayah itu milik Allah. Kalau mau berpikir dibalik juga bisa, yang lulus ponpes saja belum tentu baik, apalagi yang nggak mondok. Betul, hidayah itu milik Allah. Tapi hidayah itu tak datang sendiri begitu saja, manusia perlu menyempurnakan ikhtiar dan doa dalam menjemput hidayah.
Kami orangtua hanya mendorong dan memfasilitasi. Klo mau hidup sukses, jangan setengah-setengah, jangan tanggung-tanggung, jemputlah kesuksesanmu di dunia dan akherat wahai putri2ku yg sholeha. Hidup adalah Pilihan. Dan klo mau sukses, maka kebebasan memilih hanya berlaku dalam memilih yang terbaik di antara pilihan-pilihan terbaik saja. Wallohu’alam bish showab.
Semoga Allah selalu menambahkan rahmat-Nya, taufiq dan karunia-Nya kepada kami sekeluarga. Semoga Allah tetap jaga semangat dan keistiqomahan kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar